Eksplorasi Identitas dan Emosi Melalui Musik Hiphop

 

Foto: Muhammad Nur Samsi

Genre musik hip-hop telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia musik modern. Kali ini, berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Muhammad Nur Samsi, Mahasiswa Penerbitan Polimedia, sekaligus seorang rapper yang berbagi pengalaman dan pandangannya tentang musik hiphop.


Samsi mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang rapper. Sejak tahun lalu, dia telah mengunggah lagu-lagunya ke berbagai platform musik digital, termasuk Spotify dengan nama AIMSAM. Lagu pertamanya yang berjudul “YyaA” dirilis pada bulan Juni 2022, dan sejak itu semua karya musiknya dapat diakses di berbagai platform musik digital seperti iTunes, Apple Music, Amazon Music, Deezer, dan lainnya.


Ketertarikan Samsi dalam menciptakan lagu-lagu rap bermula dari rasa gelisah dalam kehidupan sehari-hari dan lingkungannya. Ia menemukan inspirasi dalam perasaannya sendiri. “Sebenernya proses gue bikin lagu tuh ngalir aja gak ada patokan hari ini atau lusa. Lebih sesuai mood aja, sih, kalo gue merasa resah ya langsung bikin lirik paling 20 menitan. Abis itu, gue ada temen producer yang nge-produce-in lagu-lagu gue, pas udah dapet beat-nya tinggal proses recording. Kebetulan gue di rumah ada alat recording jadi gue ga perlu ke studio record. Jadi, gue bisa kapan aja bikin lagu tanpa bayar yang cukup mahal kalo record di studio.”


Meskipun tidak tergabung dalam komunitas rapper underground atau semacamnya, Samsi tetap aktif dalam menciptakan karya musik hiphop yang unik. Ia memilih genre ini karena ketertarikannya terhadap alunan instrumen modern dan juga kebebasan berekspresi yang ditawarkan oleh hiphop. Ia menemukan koneksi emosional dengan musik ini, terutama ketika mendengarkan atau membuat lagu-lagu dengan pesan yang kuat.


Samsi juga menyebut beberapa rapper yang menjadi inspirasinya, baik di Indonesia maupun internasional. “Gue milih hiphop sebagai genre musik gue, kenapa hip hop? Sejak mendengar lagu dari salah satu rapper Indonesia yaitu Ecko Show waktu masih jadi anak warnet, kelas berapa kelas 5, kayaknya, dengan judul “Pergilah”, waktu itu kayak … ini keren banget lagunya! Alunan instrumen yang modern terus ditambah bahasa hiphopnya “ngerap” jadi kayak terpukau aja, sih. Mungkin karena rapper itu ketika buat lagu berdasarkan keresahan jadi kena banget feel-nya di pendengar, mulai dari situ gue mulai mencari tau tentang hiphop terutama di Indonesia seperti Explicit Verbal, Young Lex, Anjar Oxs, Laze, dll. Kalo di luar gw lebih suka sama Lil Tjay.”


Tentunya, Samsi juga menyadari bahwa ada stigma dan komentar negatif terhadap genre hip-hop. Beberapa orang mungkin menganggap hip-hop sebagai genre musik yang vulgar dan berisi kata-kata kasar. Samsi merespon bahwa, “Stigma soal hiphop tuh berandal emang benar adanya. Kalo kita tarik lagi ke sejarah awal munculnya genre musik hiphop ini berawal dari orang-orang kulit hitam jalanan di Amerika sana yang mempelopori terbentuknya musik hiphop. Kalo soal hiphop itu vulgar, bahasanya kasar-kasar itu gue bisa bilang genre musik ini bebas berekspresi, tapi gue sejujurnya kurang suka aja sama rapper-rapper sekarang yang bikin video clip vulgar gitu-gitu, mungkin karena perkembangan zaman kali, ya? Jadi esensi hiphop perlahan lahan juga udah mulai pudar.”


“Karena sejatinya, hiphop tuh sebagai genre musik perlawanan kepada pemerintahan, rasis, isu-isu sosial lainnya yang menjadi poinnya. Tapi, sekarang ini orang malah mengira kalo hiphop itu genre musik yang serba mahal, dari pakaian dan sebagainyalah, yang sebelumnya gue bilang, mungkin karena mengikuti industri pasar.”


Pandangan dan pengalaman Samsi sebagai seorang rapper memberikan sudut pandang yang menarik tentang genre musik hip-hop. Dia melihat hip-hop sebagai medium yang kuat untuk mengekspresikan emosi dan memperjuangkan isu-isu sosial yang relevan.


Reporter: Oktaviana Permatasari

Editor: Putri Nurhaliza

Admin Blogspot: Deta Sekar Tanandar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TikTok dan Mindset Gen Z

Kenali Empat Gaya Komunikasi di Sekitarmu!