ChatGPT: Menggali Inovasi dan Potensi AI

 

Foto: Adinda Balqis Yuswadi

Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan semakin banyak macamnya dan marak digunakan para pengguna internet. Beberapa merasa terbantu dengan perangkat ini, tetapi ada juga yang merasa pekerjaannya terancam karena fitur kecerdasan buatan yang semakin beragam. Kali ini bersama salah satu mahasiswi dari Program Studi Penerbitan, Oktaviana Permatasari, akan membahas salah satu kecerdasan buatan yang cukup populer yaitu ChatGPT.


ChatGPT merupakan salah satu bagian proyek dari OpenAI yang memiliki pedoman, “Our work to create safe and beneficial AI requires a deep understanding of the potential risks and benefits, as well as careful consideration of the impact.


Sari mengaku bahwa dirinya mengetahui perangkat ini dari salah satu kenalannya di Jurusan IT. Dirinya mendapat penjelasan bahwa fitur pada ChatGPT memiliki konsep seperti aplikasi Brainly. Perbedaannya terletak pada penggunanya, Brainly melakukan interaksi tanya jawab antara pengguna yang merupakan manusia, sedangkan ChatGPT diprogram untuk otomatis merespon pengguna. 


“Awalnya aku sama sekali nggak paham apa yang dia omongin. Katanya ada artificial intelligent yang bisa menjawab semua soal pelajaran sekolah maupun kuliah dengan tepat. Pas dijelasin kalau tugas dan ujian di prodi IT banyak terbantu dengan adanya ChatGPT ini, seperti coding dan debugging, aku juga langsung minat mencobanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan seputar penerbitan. Ternyata membantu juga!” Ungkap Sari saat membagikan pengalamannya.


Dengan fitur yang menarik, akses untuk menggunakannya pun sederhana. Tidak memerlukan aplikasi, ChatGPT bisa langsung diakses melalui website OpenAI. Untuk membuat akun sendiri sama seperti media sosial lainnya, cukup dengan alamat email baik akun google ataupun microsoft. 


Selain fitur utamanya yang merespon pertanyaan dengan cepat, ChatGPT juga menghadirkan fitur untuk menampilkan versi lain dari jawaban sebelumnya. Cukup akses bagian regenerate response pada kolom bawah pertanyaan untuk mendapatkan versi lain dari jawaban yang dirasa kurang memuaskan. Namun, dibalik fitur yang cepat dan mudah seperti ini tentu pengguna tetap harus pintar memilah informasi yang bisa diambil.


“Sebenarnya aku pernah baca kasus orang lain di Quora. Di mana seorang pengguna mencari suatu referensi dari buku yang sudah tidak bisa diakses di situs aslinya dan mencoba bantuan ChatGPT. Namun menurut sang pengguna, ChatGPT malah memberi jawaban mengarang, dimana situs yang sudah si pengguna tersebut selidiki malah dicantumkan kembali oleh ChatGPT. Bahkan sampai mengarang ke detail daftar pustaka, dimana buku tersebut dikarang oleh penulis yang salah, dan cantuman halaman kutipan yang salah.”


Sari sendiri sudah beberapa kali menggunakan fitur ChatGPT untuk pembuatan artikel, menjawab pertanyaan interview, dan membantu penyusunan paragraf. Sejauh ini semuanya sudah sesuai yang dirinya pinta, tetapi memang harus pintar untuk menyusun ulang kalimat yang dirasa tidak padu dan mencari referensi lain agar lebih valid. 


Di akhir wawancara, Sari menyampaikan beberapa harapannya untuk fitur lebih lanjut di  ChatGPT. Hal tersebut melingkupi peningkatan keterampilan berbahasa, kecerdasan emosional, interaksi yang lebih alami, dan keamanan privasi pengguna.


Reporter: Adinda Balqis Yuswadi
Editor: Putri Nurhaliza
Admin Blogspot: Deta Sekar Tanandar


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Berpakaian di Event Cosplay

Keanggunan Tak Kasat Mata dalam Musik Klasik

Sibuk Farmasi tapi Sempat Mengajar Mengaji